Senin, 01 September 2014

Sosok Wanita Istimewa di Belakang Jokowi



Judul Buku : Saya Sujiatmi, Ibunda Jokowi
Penulis : Kristin Samah, Francisca Ria Susanti
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : April 2014
Tebal : 150 halaman
Kategori : Biografi
ISBN : 9786020304441

Kemunculan Jokowi memang berhasil mencuri perhatian public. Sosoknya yang sederhana,, bersahaja dan ada adanya seolah menjadi pembeda dari sosok pejabat kebanyakan. Seolah Jokowi ingin menegaskan pada publik bahwa dia tak ada bedanya dengan orang kebanyakan. Dia adalah bagian dari kita. Ternyata, sosok sang Ibu (yaitu Sujiatmi) sangat berperan dalam membentuk karakter dan kepribadian Jokowi selama ini.

Buku yang berjudul “Saya Sujiatmi, Ibunda Jokowi” ini menceritakan tentang berbagai sikap, nasehat dan dukungan yang dilakukannya untuk Jokowi, anak lelaki satu-satunya. Sujiatmi adalah ibu yang dominan, keras dan tegas terhadap anak-anaknya. Kepatuhan anak-anaknya juga terbentuk karena Sujiatmi menjaga konsistensi sikapnya. Apa yang ia katakan sesuai dengan apa yang ia lakukan. Itu sebabnya tidak pernah ada janji yang gampang ia buat untuk anak-anaknya (hal. 25).

Sujiatmi meyakini bahwa hidup tak pernah lepas dari masalah. Sepanjang ingatannya, Sujiatmi mencatat bahwa Jokowi pernah ‘terpuruk’ dua kali. Yang pertama saat Jokowi tak bisa diterima di SMA favorit impiannya dan yang kedua saat usaha yang dibangun Jokowi sepenuh hati bangkrut karena kena tipu pelanggannya. Sebagai Ibu tentu saja Sujiatmi sedih melihat anaknya jatuh. Namun dia harus tegar karena jika anak-anaknya melihatnya lemah, dia kuatir anak-anaknya akan bertambah lemah.

Untuk menyemangati Jokowi, Sujiatmi menasehati bahwa hidup selalu penuh dengan masalah. Justru bagaimana seseorang bangkit dari kejatuhannya itulah yang akan menentukan seseorang tabah atau tidak. Bangkit dari kejatuhan akan membuktikan bahwa seseorang memiliki kekuatan lebih daripada yang lain (hal. 95). Sujiatmi juga mengatakan, “Kalau niatmu mulia, Allah pasti meridhoi. Hidup itu tidak selamanya susah, tapi juga tidak selamanya senang” (hal. 49).

Sujiatmi senantiasa mengingatkan agar anak-anaknya selalu jujur dan ikhlas dalam menjalani hidup. Menurutnya, perjalanan hidup bisa kemana-mana, bisa berubah-ubah kapan saja tanpa sebab dan akibat, maka kita harus siap menghadapi apa pun yang akan terjadi (hal. 96).

Nasehat yang sering dikatakannya pada anak-anaknya agar tetap berani bersikap jujur dan ikhlas dalam menghadapi beratnya hidup:
  1. “Tidak ada keberhasilan yang jatuh dari atas begitu saja. Semua harus dibarengi dengan kerja keras. Gusti Allah pasti akan memberi jalan keluar. Kamu harus kuat, harus lebih keras berusaha, tidak boleh putus asa.” (hal. 84).
  2. “Kalau jujur gak usah takut. Tapi jangan salah, jujur pun tidak menjamin kita lepas dari musibah. Sekalipun kena musibah, kalau sudah dijalani dengan benar, pasti akan ada pertolongan dari Allah. Itulah resiko orang hidup, tak semuanya berjalan mulus, pasti ada hambatan-hambatan yang membuat kita kuat.” (hal. 84).
  3. “Kalau kamu tekun, kerja keras, lama-lama pasti ada jalan. Semua pekerjaan pasti ada resikonya, apapun kelak pekerjaan yang akan kalian jalani, semuanya harus dijalankan dengan jujur dan ikhlas. Jujur dan ikhlas akan membuat setiap orang yang menjalaninya mudah untuk melangkah dan mengambil keputusan. Sebaliknya kalau tidak jujur dan tidak ikhlas, pasti kelak akan ada keragu-raguan dalam mengambil keputusan.” (Hal. 85).

Dalam menghadapi persoalan pelik, Sujiatmi memilih untuk membawa persoalannya dalam setiap sembahyang. Dia akan menangis dan mohon kekuatan dan kesehatan agar bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi, termasuk bisa mendampingi suami dan anak-anaknya bila mereka mendapat kesulitan (hal. 101).

Saat pertama kali Jokowi minta pendapat ke Ibunya tentang dorongan untuk mencalonkan diri menjadi Walikota Solo, Sujiatmi tentu saja terkejut. Saat itu yang pertama ditanyakan oleh Sujiatmi adalah apa motivasi Jokowi hendak terjun ke politik. Padahal saat itu bisnis yang dijalankan Jokowi sedang jaya.

Saat itu, Sujiatmi juga menganjurkan Jokowi untuk umroh guna memastikan pilihannya. Dan ketika sepulang umroh Jokowi mengatakan mantap untuk maju dalam Pilkada Solo, Sujiatmi hanya bisa mendukung. Nasehat yang disampaikan oleh Sujiatmi kepada Jokowi saat itu adalah:

  1. “Kalau kamu cari uang, dagang saja, gedein perusahaanmu. Tapi kalau kamu nyalon walikota, kamu harus jujur dan ndak boleh macam-macam. Jangan gunakan uang dari jabatan walikotamu. Kalau mau kaya jangan jadi walikota, jadi pengusaha saja. Kamu masih bisa ngembangin pabrikmu, bisa lebih besar lagi.” (hal. 54).
  2. “Kalau jalanmu lurus, lempeng, maka hidupmu pasti enak.” (hal. 62).
  3. “Kalau kamu mencari kekayaan, sekarang kamu sudah berada di jalur yang benar. Kalau mau kaya ya berbisnis, karena mencari kaya dengan cara berpolitik itu tidak bener” (hal. 88).
  4. “Keikhlasan ketika mengeluarkan materi untuk proses politik, harus dilandasi kesadaran bahwa kekayaan yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya adalah titipan dari Yang Maha Kuasa. Maka ketika kamu memutuskan untuk terjun ke politik, itu adalah panggilan untuk mengabdi pada masyarakat dan bukan sebagai perhitungan berapa modal yang dikeluarkan dan berapa yang harus kembali. Kekayaan hanyalah titipan, karena dalam setiap kekayaan yang kita miliki sesungguhnya terdapat hak masyarakat yang ada di sekitar kita tinggal.” (hal. 89).

Dukungan Sujiatmi pada Jokowi sangat besar saat Jokowi memutuskan maju dalam Pilkada Solo kemudian juga Pilkada Jakarta. Ia dengan setia mengikuti Jokowi kampanye, baik di Solo maupun di Jakarta. Namun Sujiatmi menolak jadi sorotan publik dan media. Dia memilih untuk mendukung dari belakang. Sampai sekarang pun Sujiatmi tak ingin diperlakukan istimewa karena jabatan yang diemban oleh Jokowi. Dia ingin tetap diperlakukan sebagai warga biasa. Sikap yang tak jauh beda dari Jokowi. (hal. 70).

Saat Jokowi mendapat banyak serangan dan fitnah dari lawan politiknya, dengan bijak Sujiatmi berkata, “Kadang-kadang orang mengatakan hal-hal yang jahat dan tidak bijaksana, dan ketika mereka melakukan itu, yang terbaik adalah sedikit menutup telinga, berhenti menyimak, dan bukannya balas membentak dalam kemarahan atau ketidaksabaran” (hal. 6).

Saat Jokowi menjadi pejabat, baik sebagai Walikota Solo ataupun Gubernur DKI Jakarta tak dapat dipungkiri bahwa banyak godaan dan iming-iming untuk “mengembalikan” dana politik. Godaan itu bukan saja datang pada Jokowi, namun juga pada Sujiatmi. Untuk kondisi semacam ini, Jokowi dan Ibunya sepakat untuk tidak membuka peluang. Jokowi sudah berpesan pada Ibunya agar sang Ibu tidak melayani pemberian yang mungkin kelak akan menyulitkan posisi Jokowi (hal. 110).

Jokowi sendiri dengan tegas mengatakan pada keluarga dan adik-adiknya bahwa dia tak ingin membangun dinasti politik. Itu sebabnya dia melarang adiknya, Titik, yang antusias untuk mencalonkan diri jadi anggota legislatif saat Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dan Titik patuh dengan larangan Jokowi tersebut (hal. 52).

Sujiatmi juga mengajarkan pada anak-anaknya untuk bisa bersyukur dan mengenal kata cukup. Karena bagi Sujiatmi harta itu titipan dari Allah. Orang hidup itu kalau sudah cukup ya sudah, jangan serakah. Sujiatmi sudah membiasakan anak-anaknya untuk bersikap hidup sederhana.

Bagi Sujiatmi, barang hanya punya nilai guna, fungsional. Bukan nilai pamer. (hal. 68). Prinsip cukup ini menurun pada Jokowi. Saat menjabat sebagai Walikota Solo sebenarnya Jokowi berhak menggunakan mobil dinas baru. Namun ia memilih untuk menggunakan mobil Toyota Camry keluaran tahun 2002, “warisan” walikota sebelumnya. Walau mobil itu sudah sering mogok, namun Jokowi tak terlalu peduli (hal. 72). Sudah banyak beredar cerita tentang kesederhanaan Jokowi lainnya, mulai dari naik pesawat komersial kelas ekonomi, sepatu yang harganya murah, baju yang tidak bermerk dan lain-lainnya.

Begitulah, pembaca dapat belajar banyak hal melalui buku ini, tentang kesederhanaan dan kesungguhan dalam memegang amanah.

1 komentar:

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)