Sabtu, 05 April 2014

Perjuangan Para Migran



Judul : Enrique's Journey (Petualangan seorang anak di atas kereta api maut demi bersatu kembali dengan ibunya)
Penulis : Sonia Nazario
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2006
Cetakan : Kedua (April 2008)
Tebal : 396 halaman
ISBN : 9789791227056

Tulisan ini adalah Repost dari tulisan yang berjudul "Perjuangan Para Migran" yang telah aku posting di Blog Catatan Kecilku pada tanggal 9 Oktober 2011.

Fenomena masuknya para migran ilegal dari Amerika Tengah ke AS dikisahkan secara utuh dalam buku Enrique's Journey ini. Baik itu mengenai akar permasalahannya maupun dampaknya dalam aspek ekonomi, politik, pendidikan, hukum maupun mental psikologis keluarganya. Semua dikisahkan secara akurat, detil dan sangat teliti.

Penulisnya, Sonia Nazario, terinspirasi menulis kisah para migran ilegal tersebut setelah mendengar kisah dari asisten rumah tangganya. Sebuah kisah yang membuatnya nyaris tak percaya. Akhirnya dia memutuskan untuk 'menemukan' seorang migran ilegal yang hendak masuk ke AS untuk 'diikuti'nya.

Akhirnya, dia dipertemukan dengan Enrique yang sedang berjuang untuk dapat bertemu ibunya setelah 12 tahun terpisahkan. Untuk mendapatkan gambaran utuh apa yang dialami Enrique dalam perjalanannya, dia rela menelusuri jejak perjalanan Enrique. Ia berada bersama ratusan remaja dan anak-anak Amerika Tengah yang mempertaruhkna nyawa di atas gerbong kereta api. Sonia menghabiskan waktu selama enam bulan untuk melakukan perjalanan tersebut.

Tak cukup dengan itu, dia juga melakukan wawancara terhadap seluruh keluarga Enrique, para petugas kepolisian/imigrasi, penduduk sekitar rel kereta api, serta semua orang yang pernah ditemui Enrique selama perjalanannya. Sonia mengumpulkan semua data secara akurat, detil dan rinci. Itu sebabnya dia membutuhkan waktu 5 tahun untuk menyelesaikan buku ini. Dan semua itu menjadikan buku ini istimewa dan mendapat banyak penghargaan, salah satunya Pulitzer Prize 2003.

Lourdes, 24 tahun, menjalani hidup yang berat semenjak ditinggal pergi suaminya. Bertahan di Kota Tegucipalga-Honduras hanya akan memberikan masa depan yang suram baginya dan kedua anaknya : Belky (7 tahun) dan Enrique (5 tahun). Akhirnya, Lourdes mengambil keputusan untuk pergi ke AS. Dia harus mendapatkan banyak uang agar dapat dikirimkan ke rumah. Dia akan bekerja keras untuk menjamin anak-anaknya dapat bersekolah, mendapat makanan yang cukup dan pakaian yang layak.

Yang menyakitkan bagi Lourdes adalah bahwa kepergiannya ke AS (sebagai imigran ilegal) tak memberi jaminan baginya untuk dapat bertemu kembali dengan kedua anaknya. Dalam setiap pembicaraan di telepon, Enrique menuntut agar ibunya segera pulang kembali ke Honduras. Lourdes hanya bisa berjanji, namun tak sekalipun dia bisa menepati janjinya.

Setelah 12 tahun menunggu kepulangan ibunya dengan sia-sia, akhirnya Enrique nekad. Dia berniat menyusul ibunya ke AS dengan menumpang di atap kereta api barang. Perjalanan yang ditempuh Enrique (dan ratusan anak lainnya) sebagai imigran ilegal sangat berbahaya. Dia harus berhadapan dengan gangster yang menguasai atap kereta api, bandit di sepanjang rel kereta, polisi dan juga petugas imigrasi.

Hal yang paling 'ringan' yang dihadapi para imigran gelap itu adalah apabila ditangkap oleh petugas dan dideportasi. Namun, bahaya yang mengikuti sepanjang perjalanan (di atap kereta api maupun di sepanjang rel) adalah ancaman pemerasan, pemukulan, perampokan, pemerkosaan atau bahkan pembunuhan. Bertahan di atap kereta api juga bukan hal mudah, karena banyak anak-anak yang akhirnya kehilangan tangan dan atau kakinya akibat tergelincir dari atap kereta api.

Perjalanan Enrique untuk menemui ibunya juga tak mudah. Berulang kali dia mencoba dan gagal. Bahkan, pada perjalannya yang ketujuh, dia diserang dan dirampok di atap kereta api. Akibat dipukuli secara membabi buta sampai terjatuh dari atap kereta api, Enrique mengalami luka parah. Namun semua itu tak menyusutkan niatnya untuk bertemu dengan Ibunya.

Perjalanan yang berat dalam kehausan, kelaparan dan ketakutan dijalani Enrique demi bertemu kembali dengan ibunya. Akhirnya, setelah delapan kali berusaha, dengan menempuh lebih dari 12.000 mil dan 122 hari, Enrique berhasil juga berkumpul kembali dengan ibunya.

Namun ternyata pertemuan kembali dengan ibu yang sekian lama dirindukan, tak membuat Enrique bahagia. Perasaan marah yang sekian lama dipendamnya karena ditinggalkan ibunya dan anggapan bahwa ibunya tak mencintainya, membuat hubungannya dengan Ibunya menjadi tegang. Setelah sekian lama hidup terpisah, mereka merasa asing satu sama lain.

******

Membaca buku ini berbagai perasaan campur aduk dalam hatiku. Ada rasa marah, prihatin, sedih dan takut bercampur menjadi satu. Jika aku yang berada dalam posisi Enrique, Lourdes ataupun para migran lainnya itu, aku tak yakin berani mempertaruhkan hidupku menantang bahaya di atas kereta api maut.

Bahkan, setelah sampai di AS pun hidup tak bisa tenang. Rasa cemas karena takut sewaktu-waktu ditemukan oleh petugas dan dideportasi, terus menerus menghantui. Selain itu, mereka juga dibayangi perasaan takut akan 'kehilangan' anak-anak yang mereka tinggalkan untuk selamanya.

Banyak hal yang dapat aku petik dan pelajari dari buku ini. Di awal membaca buku ini, aku nyaris tak sanggup melewati kisah-kisah mengenaskan yang dialami para imigran gelap itu. Penderitaan dan perjuangan mereka benar-benar membuatku tak habis pikir mengapa mereka bertahan melakukan perjalanan yang penuh bahaya itu. Hidup ternyata sangat keras, khususnya bagi mereka yang miskin dan tak punya kekuatan apa-apa. Meskipun demikian, mereka punya daya tahan yang luar biasa.

Di antara banyaknya orang-orang yang tak peduli dan tega berbuat jahat, namun ternyata masih banyak pula orang yang sangat peduli pada kaum migran itu. Olga Sanchez Martines adalah salah satu contohnya. Dia bekerja tanpa dibayar dari subuh sampai larut malam, tujuh hari seminggu. Dia melakukan apa saja demi mendapatkan uang untuk makanan, berunit-unit darah, obat-obatan, pengganti anggota badan dan sebidang tanah kecil untuk membangun tempat penampungan permanen.

Penduduk Veracruz, yang tinggal di pinggir rel kereta api merupakan penduduk termiskin di Meksiko. Tapi kemiskinan mereka tak membuat mereka enggan berbagi. Mereka justru yang paling peduli dan sangat banyak memberi bantuan (makanan, minuman dan pakaian) pada para migran yang naik atap kereta api. Jika mereka punya 1 roti, mereka tak segan memberikan separuhnya pada para migran itu. Mereka sangat yakin bahwa Tuhan akan memberi mereka lebih banyak, jika mereka mau berbagi.

Serupa tapi tak sama, melalui buku ini aku jadi memahami dilema para wanita-wanita Indonesia yang memutuskan menjadi TKW. Kesulitan ekonomi dan hasrat untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, merupakan faktor pendorong utama mereka pergi mengadu nasib ke negara lain. Sayangnya, seperti ending dari kisah Enrique di atas, anak-anak menganggap kepergian ibunya karena ibunya tak sayang lagi kepada mereka. Mereka merasa diterlantarkan dan marah karena ibunya tak ada saat mereka membutuhkan kehadiran ibunya.

Semoga saja masalah kemiskinan tak lagi menjadi penyebab hancurnya rumah tangga dan hancurnya masa depan anak-anaknya.

Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:


  • anak terkadang tidak ngerti apa yang dipikirkan orangtua, tapi orang tua sangat paham akan kebutuhan anak




  • wah, aq udh pernah baca sinopsisnya jg br2 ini di parcelbuku.com. krn kocek gak cukup, yg ini gak aq ikutkan.. hehehe keliatannya seru bgt. msk list dulu deh.




  • gak diikutkan kontes review ya mbak Reni




  • hihih.. saya malah bacanya judulnya migrain tadi. Langsung tertarik soalnya saya suka migrain :D




  • berapa harga buku ini ? sepertinya saya tertarik untuk membacanya...




  • Amin Ya Robbal Alamin...
    Kayaknya Kisahnya menarik BGT tuk disimak tuh Mbak!!
    Kisah yg penuh Inspirasi & Motivasi perjuangan seorang Imigran yg dgn modal Nekad mencari Ibunya di Amerika.. penuh liku & pengorbanan yg luar biasa!!!




  • wah reviewnya keren mbak. Tinggal nambahi review buku-judul sudah bs diikutkan kontes lho. Hayo daftar mbak sapa tahu menang xixi

    cek TKP www.abdulcholik.com




  • wuah kukira bahas apaan taunya reviu buku tokh... hehehe




  • artikel yang menarik..
    bukunya juga keliatannya menarik :)..




  • Waahh bukunya keren mbak.. apalagi cara mbak.reni nyampainnya jadi buat kepingin beli deh.. dan iya.. kenapa gak diikuti kontesnya pakde colik.. sampe tgl 11 klo gak salah..




  • emang ngeri mbak kalo bicara tentang hal kayak begitu...apalagiorang-orang sana emang wataknya bikin merinding... ada juga kan film2 yang nyenggol2 hal kayak gitu...

    ya kasian, ya gak tega, ya ngeri...




  • ngeri juga kalo inget tentang imigran gelap
    apalagi kalo liat pilem machete bu
    kok sampe segitunya orang maksa nyebrang perbatasan hanya untuk bertahan hidup...




  • ternyata review buku.....
    tiwas tewas saya...
    :P




  • di awalnya seru,diakhirnya ternyata sebuah review buku,tapi bagus kok reviewnya :))




  • jadi pengen baca...cari bukuny jg ahhh
    =D




  • Mb..buku ini di ambil dari kisah nyata ya..

    perjuangan yang tak sedikit..., kekuatan ibu ada padanya mb makanya sulit apapun itud i lakukannya demi ibu.




  • kalo migran pesan obat kami ajja 100% halall mbak,...obat kami juga bisa mengatasi migren,,ini obat herbal mbak




  • setuju. ini memang novelnya bagus dan menyentuh.
    kebetulan saya ada beberapa stok novel ini. kondisi masih masih bagus. saya niat jual. kalau tertarik, bisa lihat di http://www.kaskus.us/showthread.php?t=13022490



  • Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)