Judul : Pintu Harmonika
Pengarang : Clara Ng dan Icha Rahmanti
Cetakan : Pertama (Januari 2013)
Penerbit : PlotPoint Publishing
Tebal : 285 halaman
ISBN : 978-602-9481-10-5
Harga : Rp. 54.000
Tulisan ini adalah Repost dari tulisan yang berjudul #19 Review : Pintu Harmonika yang telah aku posting di Blog Catatan Kecilku pada tanggal 16 Desember 2013.
Ternyata tinggal di ruko itu asyik juga. Itulah yang dirasakan oleh Rizal, Juni dan David. Mereka memiliki kebiasaan yang sama : mengunjungi 'surga' (sebutan untuk sebidang tanah di belakang ruko mereka). Bagi mereka, 'surga' adalah segala-galanya, tempat terindah di dunia. Namun, sejatinya 'surga' itu hanyalah sebidang tanah tak terawat dengan reruntuhan tembok yang dindingnya sudah kusam, cat mengelupas di sana-sini bahkan sudah berjamur. Coretan grafiti ditambah dengan rumput yang tumbuh tinggi dan semak-semak liar membuat tempat yang disebut 'surga' itu tampak menyeramkan, namun tidak bagi Rizal dan teman-temannya itu.
'Surga' adalah tempat pelarian mereka, juga tempat mereka saat ingin menyepi, atau bahkan saat ingin bersenang-senang. Rizal bisa dipastikan sibuk dengan blog dan twitternya. Sementara Juni dan David memilih untuk membaca komik Conan. Meski mereka asyik sendiri-sendiri, namun mereka merasa dekat satu sama lain. Mereka tak hanya dekat seperti sahabat, mereka bahkan sudah seperti saudara. Rizal sebagai kakak tertua, sementara David sebagai si bungsu. Juni yang kebetulan adalah cewek satu-satunya berada di posisi tengah. Mereka saling sayang dan berbagi suka duka bersama. Jika salah satu mendapat masalah, maka yang lain tak segan untuk datang membantu.
Itulah sebabnya, mereka menjadi terusik saat 'surga' yang mereka cintai hendak dijual. Berbagai upaya mereka lakukan untuk menggagalkan usaha penjualan 'surga' mereka. Sebuah usaha yang tidak mudah, apalagi tidak didukung oleh orang-orang di sekitar mereka.
Bagaimanakah akhir dari usaha mereka? Akankah 'surga' mereka dapat terselamatkan?
Pintu Harmonika adalah sebuah novel yang enak dibaca, dengan gaya bahasa yang ringan. Ide yang sederhana tapi dikemas dengan sangat menarik. Kisah yang diangkat tak jauh dari permasalahan hidup sehari-hari, membuatku tak perlu mengerutkan kening saat membacanya. Saat membacanya muncul beragam rasa di hati, antara rasa haru, hangat, sedih, geli dan juga penasaran.
Mungkin bisa dikatakan aku sedikit terlambat membaca buku ini, apalagi filmnya pun sudah beredar. Namun, karena aku belum menonton filmnya, jadi aku sangat menikmati membaca novelnya. Aku tak tahu, apakah filmnya dibuat sama persis seperti novelnya. Untuk menyelesaikan novel ini, aku tak butuh waktu lama, karena begitu aku mulai membacanya aku langsung tergoda menyelesaikannya sesegera mungkin. Aku penasaran dengan endingnya!
Pintu harmonika yang dipakai sebagai judul novel ini dengan tepat menggambarkan setting novel ini. Sebagaimana umumnya, pintu harmonika adalah jenis pintu yang biasa terdapat pada sebuah ruko. Ya, di tempat yang terdapat pintu harmonika itulah kisah dalam novel ini bermula. Dan, aku suka sekali dengan ide pemberian judul Pintu Harmonika ini!
Novel ini terbagi dalam 3 bab yang terbagi untuk masing-masing tokohnya, namun porsi Rizal lebih banyak dibandingkan kedua tokoh lainnya. Masing-masing bab diceritakan dengan mengambil sudut pandang orang pertama. Hanya bedanya, dalam bab 1 (Jurnal [bukan diary] Rizal Zaigham Harahap) digunakan kata ganti "gue". Pada bab 2 (Catatan Harian Seorang Tahanan Rumah Juni Shahnaz) digunakan kata ganti "aku". Sementara pada bab 3 (Catatan David Christian Hadijaja a.k.a David Edogawa) digunakan kata ganti "saya".
Perbedaan penyebutan tokohnya itu rupanya cukup ribet dan menyulitkan. Terbukti, sering muncul inkonsistensi dalam pemakaiannya. Seperti pada halaman 142-143 kata ganti "aku" yang biasa digunakan untuk menceritakan tentang Juni tiba-tiba berubah jadi "gue". Dalam laporan yang ditulis oleh David pun muncul inkonsitensi. Pada halamanan 44-45 David menulis laporan tentang "Kasus Kak Juni" dengan menggunakan kata "aku". Sementara dalam laporan "Asal Usul Surga" ditulis dengan menggunakan kata ganti "saya" (hal. 199-202).
Perubahan penyebutan kata ganti itu muncul lagi saat adegan percakapan. Kata "aku" sering berganti dengan "gue", dan kata "saya" sering berganti dengan "aku". Memang, pemakaian kata "aku" atau "gue" secara umum tak akan dipakai jika yang diajak bicara lebih tua atau orang yang dihormati. Namun seseorang yang biasa menyebut dirinya sebagai "aku" terasa aneh jika tiba-tiba saat berkomunikasi (secara lisan atau via SMS) dengan teman sebayanya tiba-tiba berubah menjadi "gue".
Tak banyak typo dalam novel ini sehingga itu tak mengurangi kenyamanan membaca. Dari sedikit typo yang ada, yang paling banyak adalah pengulangan 2 kata yang sama dalam 1 kalimat, ada juga 2 kata yang tergabung jadi satu karena tak diberi spasi, dsb. Juni yang terbiasa menyebut Rizal dengan sebutan Suhu atau Master, jadi terasa janggal saat tiba-tiba Juni menyebutnya sebagai Rizal (hal. 159). Selain itu, di ending cerita ada kisah tentang surat yang ditulis oleh Mama David untuk David. Dalam suratnya, Mama menyebut dirinya sebagai "Mama" namun tiba-tiba 2 kali berubah menjadi "saya" (hal. 283-284).
Ada beberapa kisah dalam novel ini yang menurutku berbeda satu sama lain. Salah satu contonya adalah cerita versi Rizal dan Juni setelah selesai melakukan operasi PIA 1. Dalam versi Rizal, diceritakan bahwa setelah kembali ke ruko dia mengirim pesan ke Juni untuk mengabarkan keberadaannya dan tak lama kemudian jawaban dari Juni pun masuk (hal. 90-91). Namun, cerita versi Juni berbeda. Digambarkan sesampainya di ruko, Juni segera mengirim pesan ke Rizal untuk mengecek keberadaannya dan 5 menit kemudian jawaban dari Rizal masuk (hal. 175).
Last but not least, ada yang mengganjal tentang ending novel ini. Bagi yang belum baca novelnya dan belum nonton filmnya, aku tak bermaksud spoiler lo ya? Itu makanya, aku akan berusaha untuk tak terlalu terbuka menceritakan hal yang terasa mengganjal bagiku. Ganjalan itu adalah... kapan tepatnya musibah menimpa David.
Oke, inilah beberapa hal yang membuatku tak mampu memahami kapan tepatnya musibah itu menimpa David.
Semua pertanyaan itu muncul karena satu hal yaitu : mengapa Mama David (baru) menangis histeris saat itu? Bagiku, titik inilah yang membuatku jadi bingung.
Maaf bagi yang belum membaca novelnya atau menonton filmnya, mungkin bingung memahami kelima poin di atas. Namun, bagi yang sudah membaca novelnya, pliss... berilah "pencerahan" buatku agar aku mampu memahami ending novel tersebut.
Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:
Ternyata tinggal di ruko itu asyik juga. Itulah yang dirasakan oleh Rizal, Juni dan David. Mereka memiliki kebiasaan yang sama : mengunjungi 'surga' (sebutan untuk sebidang tanah di belakang ruko mereka). Bagi mereka, 'surga' adalah segala-galanya, tempat terindah di dunia. Namun, sejatinya 'surga' itu hanyalah sebidang tanah tak terawat dengan reruntuhan tembok yang dindingnya sudah kusam, cat mengelupas di sana-sini bahkan sudah berjamur. Coretan grafiti ditambah dengan rumput yang tumbuh tinggi dan semak-semak liar membuat tempat yang disebut 'surga' itu tampak menyeramkan, namun tidak bagi Rizal dan teman-temannya itu.
'Surga' adalah tempat pelarian mereka, juga tempat mereka saat ingin menyepi, atau bahkan saat ingin bersenang-senang. Rizal bisa dipastikan sibuk dengan blog dan twitternya. Sementara Juni dan David memilih untuk membaca komik Conan. Meski mereka asyik sendiri-sendiri, namun mereka merasa dekat satu sama lain. Mereka tak hanya dekat seperti sahabat, mereka bahkan sudah seperti saudara. Rizal sebagai kakak tertua, sementara David sebagai si bungsu. Juni yang kebetulan adalah cewek satu-satunya berada di posisi tengah. Mereka saling sayang dan berbagi suka duka bersama. Jika salah satu mendapat masalah, maka yang lain tak segan untuk datang membantu.
Itulah sebabnya, mereka menjadi terusik saat 'surga' yang mereka cintai hendak dijual. Berbagai upaya mereka lakukan untuk menggagalkan usaha penjualan 'surga' mereka. Sebuah usaha yang tidak mudah, apalagi tidak didukung oleh orang-orang di sekitar mereka.
Bagaimanakah akhir dari usaha mereka? Akankah 'surga' mereka dapat terselamatkan?
*****
Pintu Harmonika adalah sebuah novel yang enak dibaca, dengan gaya bahasa yang ringan. Ide yang sederhana tapi dikemas dengan sangat menarik. Kisah yang diangkat tak jauh dari permasalahan hidup sehari-hari, membuatku tak perlu mengerutkan kening saat membacanya. Saat membacanya muncul beragam rasa di hati, antara rasa haru, hangat, sedih, geli dan juga penasaran.
Mungkin bisa dikatakan aku sedikit terlambat membaca buku ini, apalagi filmnya pun sudah beredar. Namun, karena aku belum menonton filmnya, jadi aku sangat menikmati membaca novelnya. Aku tak tahu, apakah filmnya dibuat sama persis seperti novelnya. Untuk menyelesaikan novel ini, aku tak butuh waktu lama, karena begitu aku mulai membacanya aku langsung tergoda menyelesaikannya sesegera mungkin. Aku penasaran dengan endingnya!
Pintu harmonika yang dipakai sebagai judul novel ini dengan tepat menggambarkan setting novel ini. Sebagaimana umumnya, pintu harmonika adalah jenis pintu yang biasa terdapat pada sebuah ruko. Ya, di tempat yang terdapat pintu harmonika itulah kisah dalam novel ini bermula. Dan, aku suka sekali dengan ide pemberian judul Pintu Harmonika ini!
Novel ini terbagi dalam 3 bab yang terbagi untuk masing-masing tokohnya, namun porsi Rizal lebih banyak dibandingkan kedua tokoh lainnya. Masing-masing bab diceritakan dengan mengambil sudut pandang orang pertama. Hanya bedanya, dalam bab 1 (Jurnal [bukan diary] Rizal Zaigham Harahap) digunakan kata ganti "gue". Pada bab 2 (Catatan Harian Seorang Tahanan Rumah Juni Shahnaz) digunakan kata ganti "aku". Sementara pada bab 3 (Catatan David Christian Hadijaja a.k.a David Edogawa) digunakan kata ganti "saya".
Perbedaan penyebutan tokohnya itu rupanya cukup ribet dan menyulitkan. Terbukti, sering muncul inkonsistensi dalam pemakaiannya. Seperti pada halaman 142-143 kata ganti "aku" yang biasa digunakan untuk menceritakan tentang Juni tiba-tiba berubah jadi "gue". Dalam laporan yang ditulis oleh David pun muncul inkonsitensi. Pada halamanan 44-45 David menulis laporan tentang "Kasus Kak Juni" dengan menggunakan kata "aku". Sementara dalam laporan "Asal Usul Surga" ditulis dengan menggunakan kata ganti "saya" (hal. 199-202).
Perubahan penyebutan kata ganti itu muncul lagi saat adegan percakapan. Kata "aku" sering berganti dengan "gue", dan kata "saya" sering berganti dengan "aku". Memang, pemakaian kata "aku" atau "gue" secara umum tak akan dipakai jika yang diajak bicara lebih tua atau orang yang dihormati. Namun seseorang yang biasa menyebut dirinya sebagai "aku" terasa aneh jika tiba-tiba saat berkomunikasi (secara lisan atau via SMS) dengan teman sebayanya tiba-tiba berubah menjadi "gue".
Tak banyak typo dalam novel ini sehingga itu tak mengurangi kenyamanan membaca. Dari sedikit typo yang ada, yang paling banyak adalah pengulangan 2 kata yang sama dalam 1 kalimat, ada juga 2 kata yang tergabung jadi satu karena tak diberi spasi, dsb. Juni yang terbiasa menyebut Rizal dengan sebutan Suhu atau Master, jadi terasa janggal saat tiba-tiba Juni menyebutnya sebagai Rizal (hal. 159). Selain itu, di ending cerita ada kisah tentang surat yang ditulis oleh Mama David untuk David. Dalam suratnya, Mama menyebut dirinya sebagai "Mama" namun tiba-tiba 2 kali berubah menjadi "saya" (hal. 283-284).
Ada beberapa kisah dalam novel ini yang menurutku berbeda satu sama lain. Salah satu contonya adalah cerita versi Rizal dan Juni setelah selesai melakukan operasi PIA 1. Dalam versi Rizal, diceritakan bahwa setelah kembali ke ruko dia mengirim pesan ke Juni untuk mengabarkan keberadaannya dan tak lama kemudian jawaban dari Juni pun masuk (hal. 90-91). Namun, cerita versi Juni berbeda. Digambarkan sesampainya di ruko, Juni segera mengirim pesan ke Rizal untuk mengecek keberadaannya dan 5 menit kemudian jawaban dari Rizal masuk (hal. 175).
Last but not least, ada yang mengganjal tentang ending novel ini. Bagi yang belum baca novelnya dan belum nonton filmnya, aku tak bermaksud spoiler lo ya? Itu makanya, aku akan berusaha untuk tak terlalu terbuka menceritakan hal yang terasa mengganjal bagiku. Ganjalan itu adalah... kapan tepatnya musibah menimpa David.
Oke, inilah beberapa hal yang membuatku tak mampu memahami kapan tepatnya musibah itu menimpa David.
- Fakta penting : kue malaikat kehilangan senyum karena kesedihan Ibu David (selaku pembuat kue) atas musibah yang menimpa David.
- Yang kontradiksi : saat pertama Rizal memesan kue malaikat, dia mengetahui bahwa kue malaikat itu tak lagi memiliki senyum. Tapi, saat temannya mengambil pesanan kue malaikat, justru pada saat itulah Mamanya David baru mengetahui kepastian tentang kondisi David yang sebenarnya. Jadi, harusnya saat pertama Rizal memesan kue malaikat, harusnya kue itu masih tersenyum kan?
- Kepastian tentang kondisi David yang sebenarnya baru diketahui setelah beberapa hari sebelumnya David tak menemukan jawaban mengapa kondisinya yang terasa aneh dan tak biasa. Selain itu David juga tak mendapatkan jawaban mengapa beberapa hari terakhir Ibunya terus menerus murung dan tak peduli padanya.
- David menemukan fakta tentang kue malaikat yang kehilangan senyumnya sebelum dia mengetahui keadaan dirinya yang sebenarnya. Logikanya, kepastian tentang kondisi David diketahui terlebih dahulu baru kemudian Mama David yang terpukul itu membuat kue malaikat kehilangan senyum, kan?
- Jadi, selama beberapa hari sebelum kepastian tentang kondisi David yang sebenarnya diceritakan, apa yang terjadi dengan semua keanehan yang terjadi? Kenapa mbak Sri begitu ketakutan, jika dia belum tahu tentang kepastian itu? Selama beberapa hari tanpa kepastian itu, bagaimana kondisi David yang sebenarnya? Dimana dia berada? Jika (masih) dirawat di rumah sakit, kenapa ibunya tak menunggui di rumah sakit?
Semua pertanyaan itu muncul karena satu hal yaitu : mengapa Mama David (baru) menangis histeris saat itu? Bagiku, titik inilah yang membuatku jadi bingung.
Maaf bagi yang belum membaca novelnya atau menonton filmnya, mungkin bingung memahami kelima poin di atas. Namun, bagi yang sudah membaca novelnya, pliss... berilah "pencerahan" buatku agar aku mampu memahami ending novel tersebut.
Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:
- wah mba Reni jeli sekali, reviewnya lengkap bahkan ajak kita2 iktu berfikir.
Tapi untuk pertanyaan mba Renni itu mungkin saya hanya akan menjawab 2 point terakhir mbak, yaitu tentang kue malaikat yg kehilangan senyum yg dilihat oleh David sebelum ia mengetahui keadaannya dan ketakutan mbak Sri akan keanehan2 yg dia lihat sebelum mengetahui keadaan David yg sebenarnya.
Secemen analisaku, mungkinkah penggalan kisah2 itu menunjukkan semacam isyarat/pertanda akan sesuatu yg menyedihkan yg akan terjadi di depan ?
Bisa jadi kue malaikat itu sebetulnya tersenyum, tapi David melihatnya sebaliknya, tak ada lagi senyum, sebagai cerminan keadaannya.
Entahlah mbak ...Tapi terima kasih lho, jadi seru serasa main detektif2an hehehe - kalau mbak Reni kupas buku, pasti detail sekali... hal2 bagi org lain terabaikan, tidak bagi mbak Reni... Ini kalah deh guru bahasa Indonesia di sekolah -sekolah ..... hehehhehe, nggak salah deh saya berguru dgn mbak Reni. ^_^
tinggal di Ruko itu ada nggak enaknya, mbak.... capek turun naik tangga, apa lagi kalau sdh kecapian pulang berpergian, melihat kamar masih diatas membuat saya terkulai dulu di anak tangga, dan bisingnya yg nggak tahan mbak karena berada di pusat perniagaan.... jadi ingat masa2 dulu bersama orang tua. - Wah ternyata menonton filmnya ... terasa lebih ringan ... hahaha
Dan saya sangat terkagum-kagum dengan pemeran Ibunya David
(halah salah fokus lagiiiii )
Tapi serius ... memahami segmen dan settingan di Ruko David dan ibunya memang rada berkerut ... di film sekalipun
Salam saya
http://theordinarytrainer.wordpress.com/2013/05/26/pintu-harmonika/ - Baiklah, aku akan mencoba jawab, sesuai dengan ingatan hihihihih
gini, bu, jadi buku ini ada alur maju mundur.
1. Fakta penting ini bener
2. Wah, kedua ini bener2 coba ingat *mana bukunya gak di samping* *ditoyor bu Reni* :D kalau gak salah Rizal beli saat memang lagi berduka, dan diambil sama temen ceweknya itu saat mama david bisa menerima
3 - 4. Ini alur maju mundur, jadi diceritakan David telah meninggal tapi dia gak menyadari gituh.
5. Kalo gak salah ada diceritain kenapa David meninggal *duh ingatan oh ingatan*, dan sebenarnya ceritanya dibuat samar tentang kehilangan David. Jadi, menurutku, semua itu udah tau David udah gak ada makanya semua sedih, Mbak Sri jadi takut, Mama kehilangan gairah hidup, begitu juga dengan Rizal dan Juni. Nah, kalo gak salah *lagi* Mama David menemukan surat apa ya *duuh beneran ditendang bu Reni*, lalu si Mama bisa move on *eluh kata si Mama putus cinta* >.<
Bu, sekiranya ini dari diriku yang udah baca dan menyelesaikan buku ini dalam waktu gak biasanya.
Satu juga, ini yang dinamakan 'lubang' dalam nulis novel duet. Harus benar-benar jeli melihat segala lubang ditambah menyinkron dengan logika. *aduh kata2ku kayak pengamat sastra saja*
- sejak cerita menggunakan david, david udah meninggal mba, cmn dia blum sadar.. makanya setiap david nanya, bibi dan ibunya ga pernah jwb, krn david udah di 'dunia lain'.. wkt david nutup pintu jg, bibi ketakutan, soalnya dlm penglihatan bibi ga ada siapa2 (brarti hantu)
smoga tercerahkan :) - Sayangnya belum tercerahkan Mbak. Aku tahu soal kematian David, cuma mau nulis secara detil di review gak enak takut dikira spoiler, jadi nulisnya disamarkan begitu.
Aku masih gagal paham soal kapan David meninggalnya (karena kita tahu dia sudah jadi hantu) dan aku gagal paham mengapa Mamanya David menangis histeris? Padahal sebelumnya dia sudah murung terus dan kue malaikat sudah kehilangan senyum? - kaya nya pernah baca deh
Setelah baca review-nya, walau ada beberapa kata yang inkonsistensi, pastinya tidak disadari penulis, pasti kisahnya yang menarik.