Jumat, 27 Juni 2014

Suka Duka Tinggal di Luar Negeri



Judul : Storycake for Your Life : Living Abroad
Pengarang : Nurul Asmayani, dkk
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2013
Tebal : 290 halaman
ISBN : 978-979-22-9558-0
Harga : Rp. 58.000

Tulisan ini adalah Repost dari tulisan yang berjudul "[Resensi] Storycake For Your Life : Living Abroad" yang telah aku posting di Blog Catatan Kecilku pada tanggal 9 Juli 2014.

Bagi yang belum pernah menjalani, mungkin tinggal di luar negeri terasa menyulitkan. Kita tak tahu apapun tentang seluk beluk negara lain termasuk bagaimana pemerintah di sana mengatur warganya, bagaimana pola pergaulannya dan sebagainya.

Nah, buku Storycake for your life : Living Abroad ini memberikan semua jawabannya. Buku yang ditulis oleh 26 orang Ibu anggota IIDN ini menceritakan kisah-kisah seru tentang suka dukanya tinggal di luar negeri. Tak lupa diberikan juga tips dan informasi seputar KBRI, masjid, toko makanan dan restoran halal, dan lain-lain dari berbagai negara.

Beberapa fakta penting dan menarik dari berbagai negara antara lain :
  • Di Arab Saudi, konten ATM terbagi dua : laki-laki dan perempuan. Bank pun demikian, customer service untuk perempuan tidak bercampur dengan laki-laki (hal. 9-10)
  • Pada Hari Raya Idul Fitri di Brunei Sultan Haji Hassanal Bolkiah mengadakan open house selama 3 hari untuk warganya. Semua orang boleh datang ke istana Nurul. Tradisi ini diikuti oleh rakyat Brunei, selama bulan Syawal setiap rumah mengadakan open house (hal. 17)
  • Di Jepang, usia anak untuk masuk sekolah tidak boleh ditawar. Tanggalnya meleset 1 hari saja, anak harus menunda keinginannya bersekolah ke tahun berikutnya (hal. 33)
  • Anak adalah elemen masyarakat terpenting di Korea sehingga pada Hari Anak orangtua harus memberikan hadiah dan pakian bagus untuk anaknya dan meluangkan waktu untuk bermain dan berlibur bersama mereka (hal. 49)
  • Perempuan di Qatar sangat dihormati. Bus umum akan mengutakaman keluarga dan perempuan dengan memberi tempat duduk paling depan di dekat sopir (hal. 85)
  • Bagi Masyarakat Comoro Rivadavia, cium tempel pipi adalah sopan santun yang dilakukan saat saling bertemu (hal. 147)
  • Pemerintah Rio de Janeiro sangat memperhatikan pelestarian lingkungan sehingga penduduk dilarang menebang pohon tanpa ijin (hal. 160)
  • Calgary disebut kota sapi, karena peternak sapi banyak berada di sini. Daging sapinya terkenal sangat enak dan susu sapinya juga sangat segar dan enak rasanya (hal. 173)
  • Sebanyak 98% penduduk Kentucky adalah pemeluk agama Kristen yang taat. Di sana, seseorang tidak boleh berduaan dengan lawan jenis yang bukan suami, istri atau saudara di dalam mobil, atau dalam ruangan dengan pintu tertutup (hal. 183)
  • Gaya hidup masyarakat Trinidad Tobago sangat santai, serta kebiasaan pesta sambil ngobrol dan minum alkohol membuat pembangunan di Trinidad Tobagi berjalan sangat lambat (hal. 189)
  • Di Belgia, setiap anak yang lahir dari orangtua yang membayar pajak penghasilan berhak mendapat tunjangan kelahiran dan tunjangan anak. Selain itu, dengan bertambahnya jumlah anak, kewajiban pajak penghasilan yang dibayar semakin berkurang (hal. 220)
  • Bagi orang Jerman semua memang ada tempatnya. Bermain ada tempatnya, pejalan kaki ada tempatnya, pengendara mobil dan sepeda masing-masing ada jalannya (hal. 252)
  • Kurikulum di Swedia tidak begitu padat seperti di Indonesia (hal. 278)

Persamaan yang muncul di antaranya :
  • Tak sulit untuk menemukan makanan halal dan toko yang menjual aneka bumbu dapur dan aneka jenis buah dan sayuran
  • Masjid juga ada dan mudah ditemukan
  • Banyak tempat rekreasi gratis dengan pemandangan alam yang indah
  • Ternyatam masyarakatnya banyak yang ramah dan suka menolong tanpa pandang bulu
  • Proses administrasi kependudukan yang sangat rapi, mudah dan cepat dengan pelayanan yang menyenangkan
  • Di Korea dan Calgary sangat mudah menemukan taman bermain anak, dengan kondisi yang sangat terawat dan bisa dikunjungi secara gratis
  • Masyarakat Thailand, Swedia dan Finlandia sangat mencintai dan menunjung tinggi bahasa ibunya.

Kesimpulannya adalah bahwa di manapun di dunia ini silaturahmi dan tolong menolong tidak terbatas pada warna kulit, ras, agama dan latar. Agar bisa tinggal di perantauan dengan nyaman yang terpenting adalah memahami dengan baik segala hal tentang negara tersebut, memilih komunitas yang tepat serta mengutamakan kehati-hatian guna keselamatan diri dan keluarga.

*****

Minggu siang kemarin (23 Maret 2014) aku baru tahu kalau tulisanku di atas telah dimuat di Koran Jakarta dengan judul : "Mengenal Kultur dan Kebiasaan Negeri Orang" pada tanggal 8 Januari 2014 yang lalu. Aku baru tahu, karena semula aku pikir tulisan yang akan dimuat akan dikonfirmasikan terlebih dahulu kepada penulisnya. Ternyata enggak.

Aku seneng sih tulisanku di muat, tapiii... setelah membaca tulisanku yang sudah diedit oleh Koran Jakarta kok aku jadi pengen nangis ya? Informasi menarik dari suatu negara dicampur dengan negara lain. Lebih parahnya, informasi tentang suatu negara belum selesai malah sudah berganti alinea. Daaann.. kelanjutannya ada di alinea berikutnya. Yah, aku tak bisa apa-apa sih karena memang redaksi Koran Jakarta berhak untuk mengedit tulisan itu. Aku hanya berharap semoga yang baca tidak bingung setelah membaca resensiku itu.

Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:

  1. Waaah keren mak .... resensi mak Reni selalu dalam dan kritis. Coba lagi mak kirim. Saya mupeng euy dimuat di sini. Baru kirim satu, belum ada kabarnya (belum ada seminggu sih). Mudah2an bisa dimuat :)
  2. Emang kalo nulis di koran begitu, mending kalo editornya bagus. Tapi dapet honornya kan?
  3. hmm, mungkin memang ketika kita pergi ke negara orang, pikiran kita akan semakin terbuka. berhubung saya jg baru pulang dari Jepang dan Korea, jd terasaaa bgt bagaiman hidup di negri orang. ayo mbak, travelling :D
  4. tapi katanya cari makanan halal di luar negeri kudu jeli lihatnya, Bu..

    :D

    selamaat, senangnyaaa tulisan dimuat di koran ^.^
  5. aku pingin mbak tinggal diluar hehehe
  6. Referensi yang bagus untuk mereka yang ingin tinggal di LN,
    kalau saya masih cinta negeri tercinta ini, tapi maunya fasilitasnya kayak di LN
    dengan tetap kultur kita,
    *hore, honornya buat traktiran :)
  7. Pengen deh berkunjung ke Qatar
  8. Kejelian Jeng Reni memilah-milah kemudian mencari benang merah penghubung antar cerita luar biasa rapi, ikutan belajar ah..... Selamat ya Jeng Reni untuk lolosnya tulisan ke media masa (meski sayang ya editing kadang tak sesuai dengan maksud penulis).
    Salam hangat
  9. pengen sih bu keluar negeri mengais rejeki dengan meraup dolar.. :D
  10. waaah kok begitu ya cara editnya? O_o
    apa memang penulis tdk berhak tahu kapan tulisannya dimuat? x_x

    ohya mbak Reni, bagus nih bukunya...
    Jepang memang strict banget yah... dan aku jd ingin jalan2 ke Brunei dan menyekolahkan anak di Swedia.. hahaha...
  11. wah sepertinya seru ya buk kalau bisa tinggal di luar negeri, pasti ada suka dan duka. Saya aja tinggal di daerah lain (masih di indonesia) agak pusing terutama dalam hal bahasa, budaya, dan lain sebagainya :)
  12. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
  13. Selamat ya mbak Reni :)
  14. Hampir keseringan demikian mbak yach..editan di media sering kepotong mungkin masalah halaman, sedih pasti itu terjadi bagi si penulis..namun sukses mbak yach..lolos dan terpilih di media cetak :)
  15. buku yg bermanfaat nih.. terima kasih resensinya, mbak Reni :)
    BalasHapus
  16. Jadi ingin baca bukunya, penasaran soalnya hehe :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)