Judul : No One's Perfect
Penulis : Hirotada Ototake
Kategori : Non Fiksi ~ Kisah Nyata
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Th. Terbit : 2007 (cetakan III)
Tebal : 230 halaman
Cover : Soft Cover
Harga : Rp. 10.000 (obral)
Tulisan ini adalah Repost dari tulisan yang berjudul No One's Perfect : Cinta dan Penerimaan yang telah aku posting di Blog Catatan Kecilku pada tanggal 21 Juni 2009.
Buku No One's Perfect aku dapatkan saat di Madiun ada Pameran buku awal Juni 2009 yang lalu di tempat buku-buku yang diobral. Aku beruntung menemukan buku yang hebat ini. Melalui buku ini aku mendapatkan semangat dan inspirasi untuk lebih mensyukuri hidupku.
Buku No One's Perfect menceritakan kehidupan Hirotada Ototake. Oto-chan, begitulah dia biasa disapa, lahir pada tanggal 6 April 1976. Mulanya sang ayah berusaha menyembunyikan kenyataan dari istrinya bahwa anak mereka terlahir dalam kondisi Tetra-Melia, yaitu sebuah kelainan bawaan yang membuatnya hampir tak memiliki tangan dan kaki. Setelah 3 minggu sejak Oto-chan dilahirkan, akhirnya sang ibu diberi kesempatan untuk melihat bayinya untuk pertama kalinya.
Pada saat itu suasana di rumah sakit sangat tegang menunggu apa yang terjadi jika sang ibu melihat kondisi bayinya. Namun yang terjadi kemudian ternyata di luar dugaan, karena begitu melihat kondisi bayinya sang ibu berkata dengan sangat tulus : "Anakku, kamu sangat tampan".
Cinta dan penerimaan yang tulus dari kedua orang tuanya membuat Oto-chan tumbuh dan berkembang seperti layaknya orang normal. Mereka sangat peduli dengan pendidikan anaknya. Beberapa kali mereka memutuskan untuk pindah rumah, agar jarak dari rumah dengan sekolah Oto-chan tidak terlalu jauh. Selain itu, mereka juga tidak memasukkan anak mereka ke sekolah khusus bagi penyandang cacat. Mereka menganggap anaknya tidak memerlukan pendidikan khusus yang berbeda dari anak-anak normal lainnya.
Tentu saja keinginan orang tua Oto-chan itu tidak mudah, karena pada saat itu sekolah umum yang ada di Jepang tidak menyediakan fasilitas untuk penyandang cacat. Bahkan agar anaknya bisa bersekolah di sekolah umum, mereka memutuskan menemui Dewan Pendidikan Sekolah. Setelah Dewan Pendidikan Sekolah melihat sendiri kemampuan Oto-chan dalam menulis, makan dengan menggunakan sendok/garpu, menggunting kertas bahkan berjalan, akhirnya dia diijinkan masuk ke sekolah umum.
Sejak masuk sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak, kehadiran Oto-chan di sekolah selalu menarik perhatian teman-temannya. Anak-anak itu dengan lugu dan polos akan bertanya kepadanya mengapa dia tak memiliki tangan dan kaki. Hal tersebut tidak membuat dirinya dan ibunya menjadi bersedih hati. Bahkan, ibunya dengan tenang akan berkata, "Itu adalah masalah yang harus dipecahkannya sendiri." Sehingga, Oto-chan akan dengan senang hati menceritakan kepada teman-temannya mengapa dia terlahir tanpa tangan dan kaki.
Untuk pendidikan di sekolah, orang tua Oto-chan menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan pihak sekolah dan tidak ikut campur sama sekali. Sensei Takagi adalah guru SD yang membuat banyak kebijakan yang awalnya dianggap keterlaluan dan kejam bagi Oto-chan. Seperti tidak diperkenankan menggunakan kursi roda tanpa seijinnya, melarang murid lain memberikan bantuan apapun pada Oto-chan, dan masih banyak lagi.
Oto-chan memang berkembang dan berperilaku seperti anak normal lainnya. Dia sama sekali tak pernah berpikir bahwa dirinya cacat, selain itu teman-temannya juga seringkali "lupa" bahwa dia cacat. Semua menganggapnya sama normalnya dengan anak-anak lainnya. Mereka berkelahi (secara fisik), bermain, beraktivitas dan bahkan mengikuti lomba olah raga bersama.
Seringkali kehadiran Oto-chan mampu memberikan motivasi bagi teman-temannya untuk selalu berbuat baik. Bahkan salah satu gurunya pernah berkata bahwa karena keberadaannya, maka kelas menjadi sangat peduli kepada sesama, dimana setiap orang saling membantu tatkala ada teman yang menderita kesusahan.
Perjuangan Oto-chan memang hebat. Dia tidak pernah merasa memiliki keterbatasan dan sangat bersemangat menjalani hidupnya. Semua itu berkat penerimaan yang tulus dan cinta yang tanpa syarat yang diterimanya dari lingkungannya. Orang tua yang hebat, guru, teman-teman dan lingkungan sekolah yang mendukung semuanya membuat Oto-chan benar-benar "normal" seperti orang normal lainnya.
Semenjak kuliah di Universitas Waseda, Jepang, Oto-chan terlibat dalam kampanye tentang lingkungan "Bebas Rintangan". Sampai sekarang pun Oto-chan tetap melanjutkan apa yang menjadi prinsipnya yaitu menegakkan sebuah lingkungan "bebas rintangan" bagi orang lain, baik dalam lingkungan pemerintahan, media dan di hadapan orang-orang yang dia temui.
Kegiatan tersebut berawal pada suatu hari yang dianggap sebagai titik balik dalam kehidupan Oto-chan. Suatu malam, di usianya yang ke-20 tahun, dia baru memikirkan mengapa dia terlahir cacat. Dalam benaknya kemudian muncul kesadaran bahwa mungkin dia dilahirkan dengan kondisi seperti itu untuk menyelesaikan suatu tugas yang akan terjadi di kemudian hari. Dan, berkat pemikiran itulah, dia kemudian lebih memfokuskan diri untuk mengasah potensi yang ada dalam dirinya agar lebih berguna bagi orang lain.
Poin yang perlu dicatat dari buku ini adalah :
Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:
Buku No One's Perfect aku dapatkan saat di Madiun ada Pameran buku awal Juni 2009 yang lalu di tempat buku-buku yang diobral. Aku beruntung menemukan buku yang hebat ini. Melalui buku ini aku mendapatkan semangat dan inspirasi untuk lebih mensyukuri hidupku.
Buku No One's Perfect menceritakan kehidupan Hirotada Ototake. Oto-chan, begitulah dia biasa disapa, lahir pada tanggal 6 April 1976. Mulanya sang ayah berusaha menyembunyikan kenyataan dari istrinya bahwa anak mereka terlahir dalam kondisi Tetra-Melia, yaitu sebuah kelainan bawaan yang membuatnya hampir tak memiliki tangan dan kaki. Setelah 3 minggu sejak Oto-chan dilahirkan, akhirnya sang ibu diberi kesempatan untuk melihat bayinya untuk pertama kalinya.
Pada saat itu suasana di rumah sakit sangat tegang menunggu apa yang terjadi jika sang ibu melihat kondisi bayinya. Namun yang terjadi kemudian ternyata di luar dugaan, karena begitu melihat kondisi bayinya sang ibu berkata dengan sangat tulus : "Anakku, kamu sangat tampan".
Cinta dan penerimaan yang tulus dari kedua orang tuanya membuat Oto-chan tumbuh dan berkembang seperti layaknya orang normal. Mereka sangat peduli dengan pendidikan anaknya. Beberapa kali mereka memutuskan untuk pindah rumah, agar jarak dari rumah dengan sekolah Oto-chan tidak terlalu jauh. Selain itu, mereka juga tidak memasukkan anak mereka ke sekolah khusus bagi penyandang cacat. Mereka menganggap anaknya tidak memerlukan pendidikan khusus yang berbeda dari anak-anak normal lainnya.
Tentu saja keinginan orang tua Oto-chan itu tidak mudah, karena pada saat itu sekolah umum yang ada di Jepang tidak menyediakan fasilitas untuk penyandang cacat. Bahkan agar anaknya bisa bersekolah di sekolah umum, mereka memutuskan menemui Dewan Pendidikan Sekolah. Setelah Dewan Pendidikan Sekolah melihat sendiri kemampuan Oto-chan dalam menulis, makan dengan menggunakan sendok/garpu, menggunting kertas bahkan berjalan, akhirnya dia diijinkan masuk ke sekolah umum.
Sejak masuk sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak, kehadiran Oto-chan di sekolah selalu menarik perhatian teman-temannya. Anak-anak itu dengan lugu dan polos akan bertanya kepadanya mengapa dia tak memiliki tangan dan kaki. Hal tersebut tidak membuat dirinya dan ibunya menjadi bersedih hati. Bahkan, ibunya dengan tenang akan berkata, "Itu adalah masalah yang harus dipecahkannya sendiri." Sehingga, Oto-chan akan dengan senang hati menceritakan kepada teman-temannya mengapa dia terlahir tanpa tangan dan kaki.
Untuk pendidikan di sekolah, orang tua Oto-chan menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan pihak sekolah dan tidak ikut campur sama sekali. Sensei Takagi adalah guru SD yang membuat banyak kebijakan yang awalnya dianggap keterlaluan dan kejam bagi Oto-chan. Seperti tidak diperkenankan menggunakan kursi roda tanpa seijinnya, melarang murid lain memberikan bantuan apapun pada Oto-chan, dan masih banyak lagi.
"Sekarang kita dapat saja memanjakannya sekehendak kita, tapi suatu saat dia harus menghadapi semuanya sendirian. Tujuan saya adalah untuk mempersiapkan apa yang dia perlukan sekarang sebagai bekal dia di masa datang." (Alasan Sensei Takagi atas sikapnya yang keras pada Oto-chan, halaman 22)
Oto-chan memang berkembang dan berperilaku seperti anak normal lainnya. Dia sama sekali tak pernah berpikir bahwa dirinya cacat, selain itu teman-temannya juga seringkali "lupa" bahwa dia cacat. Semua menganggapnya sama normalnya dengan anak-anak lainnya. Mereka berkelahi (secara fisik), bermain, beraktivitas dan bahkan mengikuti lomba olah raga bersama.
Seringkali kehadiran Oto-chan mampu memberikan motivasi bagi teman-temannya untuk selalu berbuat baik. Bahkan salah satu gurunya pernah berkata bahwa karena keberadaannya, maka kelas menjadi sangat peduli kepada sesama, dimana setiap orang saling membantu tatkala ada teman yang menderita kesusahan.
Perjuangan Oto-chan memang hebat. Dia tidak pernah merasa memiliki keterbatasan dan sangat bersemangat menjalani hidupnya. Semua itu berkat penerimaan yang tulus dan cinta yang tanpa syarat yang diterimanya dari lingkungannya. Orang tua yang hebat, guru, teman-teman dan lingkungan sekolah yang mendukung semuanya membuat Oto-chan benar-benar "normal" seperti orang normal lainnya.
Semenjak kuliah di Universitas Waseda, Jepang, Oto-chan terlibat dalam kampanye tentang lingkungan "Bebas Rintangan". Sampai sekarang pun Oto-chan tetap melanjutkan apa yang menjadi prinsipnya yaitu menegakkan sebuah lingkungan "bebas rintangan" bagi orang lain, baik dalam lingkungan pemerintahan, media dan di hadapan orang-orang yang dia temui.
Kegiatan tersebut berawal pada suatu hari yang dianggap sebagai titik balik dalam kehidupan Oto-chan. Suatu malam, di usianya yang ke-20 tahun, dia baru memikirkan mengapa dia terlahir cacat. Dalam benaknya kemudian muncul kesadaran bahwa mungkin dia dilahirkan dengan kondisi seperti itu untuk menyelesaikan suatu tugas yang akan terjadi di kemudian hari. Dan, berkat pemikiran itulah, dia kemudian lebih memfokuskan diri untuk mengasah potensi yang ada dalam dirinya agar lebih berguna bagi orang lain.
Poin yang perlu dicatat dari buku ini adalah :
- Cinta dan penerimaan yang tulus dan tanpa syarat memberikan dampak yang sangat luar biasa pada pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
- Mampu menerima diri sendiri adalah modal utama untuk hidup bahagia dan berkembang optimal.
- Setiap orang terlahir dengan memiliki kelebihan dan perannya sendiri, karena tak ada ciptaan-Nya yang sia-sia.
Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:
- Tady siang baru aja nonton sebuah pelem tentang seorang gadis kecil yang buta dan tuli serta memiliki temperament yang anehh (perilaku tidak bersahabat terhadap orang lain dan benda2 disekitarnya), malem neh ditambah baca posting ini. Betapa banyak nikmat yang ku dapat sebagai orang sehat...
Bdw, salam kenal ya mbak... baru pertama berkunjung ke sini nihh...
By : .::OonbloG::. - Nice posting mbak Reni. Penerimaan adalah kata yang sangat penting, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan. Dengan kata itulah kita akan melangkah dengan mantap, PD, juga ihklas di dunia ini. He, pada masa pemberontakan saya spt halnya remaja lainnya, saya sering merenung saat berbaring sebelum tidur, untuk apakah saya ada di dunia ini ? Saat itu saya seperti mendengar suara dari alam bawah sadar saya, bahwa saya ada karena saya punya tugas di dunia ini. Setiap manusia seperti itu, terlepas siapapun dia, bagaimanapun kondisinya. Membaca ttg Oto Chan ini, sy spt diingatkan lg akan hal tsb. Terimakasih mbak Reni.
- aku jadi inget film kartun the kungfu panda. Film sederhana, yang lucu namun menyiratkan banyak pesan.
Dia dilahirkan dalam wujud seekorpanda yang gendut, karena doyan makan. Ayahnya seorang penjual mie yang sangat disukai banyak pelanggan.
Ayahnya menginginkan si poo, nama kungfu panda ini meneruskan usahanya. Sementara si poo ingin menjadi pesilat.
Mengingat tubuhnya yang gemuk, hal itu gak mungkin terjadi. Namun satu kejadian penting pun mengubah hidupnya. Pesan pesan yang disampaikan dalam sejumlah kalimat kalimat sederhana namun implisit disimpulkan, seorang terlahir dengan keunikannya sendiri sendiri. Dan itulah kelebihannya.
Aku percaya sekali.
Maaf yah mbak, baru mampir ke rumah. Kemarin ada acara jadi, ana nginep deh di sana. Gak ada inet lagian, sibuk banget. Mo lihat award dulu yah mbak...