Judul : Tumbuh di Tengah Badai
Penulis : Herniwatty Moechiam
Kategori : Kisah Nyata
Penerbit : Bentang
Th. Terbit : 2009 (cetakan I)
Tebal : 236 halaman
Cover : Soft Cover
Harga : Rp. 33.300,- (diskon)
Tulisan ini adalah Repost dari tulisan yang berjudul Tumbuh di Tengah Badai yang telah aku posting di Blog Catatan Kecilku pada tanggal 28 Juni 2009.
Buku yang berjudul Tumbuh di Tengah Badai ini ditulis oleh Herniwatty Moechiam. Buku yang sangat luar biasa ini adalah sebuah kisah nyata, yang bercerita tentang perjuangan seorang ibu rumah tangga dalam membesarkan anak autis . Pada saat itu, autisme belum dikenal luas seperti sekarang ini. Bahkan kepastian bahwa anaknya menderita penyakit autis ini baru diketahui setelah si anak kelas 3 SD.
Kehadiran anak ketiga yang "berbeda" dari anak-anak sebelumnya membuat kedua orang tuanya shock. Ketidaksiapan menerima anak yang tidak normal membuat kehidupan rumah tangga mereka semakin terpuruk dari tahun ke tahun. Pertengkaran, adu mulut, dan teriakan-teriakan yang terus menerus terjadi membuat rumah menjadi sangat tidak menyenangkan. Anak-anak tumbuh dalam suasana yang tertekan dan membuat emosi mereka terganggu.
Perhatian ibu yang lebih kepada si bungsu membuat kedua kakaknya cemburu dan melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian. Suasana rumah yang gaduh membuat sang ayah menjadi sangat mudah terpancing emosinya. Tidak ada suasana yang kondusif untuk membesarkan anak-anak dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Kondisi bukan bertambah baik, tapi dari hari ke hari semakin terpuruk.
Akhirnya, setelah sekian lama terjebak dalam badai rumah tangga, sang ibu bisa bangkit untuk "menyelamatkan" anak-anaknya dari keterpurukan yang kian dalam. Dengan terpanting-panting sang ibu mengambil alih semua peran sang ayah dalam mengurusi semua anak-anaknya. Mulai dari urusan antar jemput anak, memilihkan sekolah dan tempat-tempat kursus untuk memberikan kesibukan anak-anaknya, bahkan sampai memilihkan tempat terapi dan konsultasi psikologis untuk semua anaknya telah dilakukannya sendiri.
Untungnya sang ayah memiliki penghasilan yang cukup untuk semua itu. Meskipun sang ayah sama sekali tidak peduli atas perkembangan anak-anaknya, tapi semua yang mereka butuhkan dicukupinya, namun tak luput dari segala macam persyaratan dan kecaman tak berkesudahan dari sang ayah. Walaupun harus jatuh bangun, sang ibu mampu seorang diri mengurus anak-anaknya, meskipun tak sedikit pandangan sinis, curiga dan melecehkan yang diterimanya, bukan saja dari suami, tapi juga dari lingkungan yang saat itu belum tahu kerepotan mengurus seorang anak yang autis.
Segala macam kesulitan yang dihadapi ternyata belum cukup, karena badai yang lebih hebat masih harus mereka lewati. Namun, akhirnya dengan ketabahan dan rasa cinta yang dalam kepada anak-anaknya, membuat sang ibu mampu sedikit demi sedikit menyemai harapan. Kondisi rumah tangga yang nyaris tak mampu dipertahankan akhirnya dapat juga berubah ke arah yang lebih baik. Anak-anaknya pun mampu menunjukkan prestasi yang tak disangka-sangka bahkan akhirnya bisa menunjukkan bahwa mereka saling mencintai dan saling dukung satu sama lain.
Setelah perjalanan panjang, sang ibu semakin menyadari bahwa dia "beruntung" diberi kesempatan oleh Allah menerima titipan yang "istimewa" berupa seorang anak autis. Melalui anaknya yang autis itulah, sang ibu menyadari bahwa dirinya mampu berkembang menjadi lebih baik. Bahkan, disadarinya kemudian bahwa kehadiran anak yang autis dalam keluarganya telah menumbuhkan kesadaran, keimanan, kesabaran, pengertian, kesetiaan, kasih sayang, kematangan dan masih banyak lagi.
Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:
Buku yang berjudul Tumbuh di Tengah Badai ini ditulis oleh Herniwatty Moechiam. Buku yang sangat luar biasa ini adalah sebuah kisah nyata, yang bercerita tentang perjuangan seorang ibu rumah tangga dalam membesarkan anak autis . Pada saat itu, autisme belum dikenal luas seperti sekarang ini. Bahkan kepastian bahwa anaknya menderita penyakit autis ini baru diketahui setelah si anak kelas 3 SD.
Kehadiran anak ketiga yang "berbeda" dari anak-anak sebelumnya membuat kedua orang tuanya shock. Ketidaksiapan menerima anak yang tidak normal membuat kehidupan rumah tangga mereka semakin terpuruk dari tahun ke tahun. Pertengkaran, adu mulut, dan teriakan-teriakan yang terus menerus terjadi membuat rumah menjadi sangat tidak menyenangkan. Anak-anak tumbuh dalam suasana yang tertekan dan membuat emosi mereka terganggu.
Perhatian ibu yang lebih kepada si bungsu membuat kedua kakaknya cemburu dan melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian. Suasana rumah yang gaduh membuat sang ayah menjadi sangat mudah terpancing emosinya. Tidak ada suasana yang kondusif untuk membesarkan anak-anak dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Kondisi bukan bertambah baik, tapi dari hari ke hari semakin terpuruk.
Akhirnya, setelah sekian lama terjebak dalam badai rumah tangga, sang ibu bisa bangkit untuk "menyelamatkan" anak-anaknya dari keterpurukan yang kian dalam. Dengan terpanting-panting sang ibu mengambil alih semua peran sang ayah dalam mengurusi semua anak-anaknya. Mulai dari urusan antar jemput anak, memilihkan sekolah dan tempat-tempat kursus untuk memberikan kesibukan anak-anaknya, bahkan sampai memilihkan tempat terapi dan konsultasi psikologis untuk semua anaknya telah dilakukannya sendiri.
Untungnya sang ayah memiliki penghasilan yang cukup untuk semua itu. Meskipun sang ayah sama sekali tidak peduli atas perkembangan anak-anaknya, tapi semua yang mereka butuhkan dicukupinya, namun tak luput dari segala macam persyaratan dan kecaman tak berkesudahan dari sang ayah. Walaupun harus jatuh bangun, sang ibu mampu seorang diri mengurus anak-anaknya, meskipun tak sedikit pandangan sinis, curiga dan melecehkan yang diterimanya, bukan saja dari suami, tapi juga dari lingkungan yang saat itu belum tahu kerepotan mengurus seorang anak yang autis.
Segala macam kesulitan yang dihadapi ternyata belum cukup, karena badai yang lebih hebat masih harus mereka lewati. Namun, akhirnya dengan ketabahan dan rasa cinta yang dalam kepada anak-anaknya, membuat sang ibu mampu sedikit demi sedikit menyemai harapan. Kondisi rumah tangga yang nyaris tak mampu dipertahankan akhirnya dapat juga berubah ke arah yang lebih baik. Anak-anaknya pun mampu menunjukkan prestasi yang tak disangka-sangka bahkan akhirnya bisa menunjukkan bahwa mereka saling mencintai dan saling dukung satu sama lain.
Setelah perjalanan panjang, sang ibu semakin menyadari bahwa dia "beruntung" diberi kesempatan oleh Allah menerima titipan yang "istimewa" berupa seorang anak autis. Melalui anaknya yang autis itulah, sang ibu menyadari bahwa dirinya mampu berkembang menjadi lebih baik. Bahkan, disadarinya kemudian bahwa kehadiran anak yang autis dalam keluarganya telah menumbuhkan kesadaran, keimanan, kesabaran, pengertian, kesetiaan, kasih sayang, kematangan dan masih banyak lagi.
Poin yang perlu dicatat dari buku ini adalah :
- Berprasangka baik kepada Allah adalah kunci untuk tetap semangat dalam menjalani kehidupan seberat apapun.
- Cinta seorang ibu kepada anak-anaknya sangat tulus, bahkan sang ibu seringkali mau berkorban apa saja demi kebahagiaan sang anak.
- Saat kehidupan sedemikian buruknya, harapan tak sepenuhnya hilang, namun hanya tertutup oleh pandangan dan pikiran negatif.
Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:
- ateh7528 Juni 2009 18.06Ibu yg sangat luar biasa...didasari kesadaran ,kesabaran dan keimanan yg tinggi lah yg membuatnya tegar...LUAR BIASA
- saya buat tab diheader contoh dari pengen belajar di sini bunda contohnya
http://pinginbelajar.blogspot.com/2009/06/cara-membuat-tab-menu-navigator.html - Ujian hidup bila dihadapi dengan ketabahan dan perjuangan sesungguhnya akan menempa diri untuk sukses menghadapi cobaan hidup kedepannya sebab hidup terdapat cobaan demi cobaan. Jika sukses dengan cobaan pertama akan diuji dengan cobaan berikutnya. Jika gagal akan menenggelamkan orang tsb kedalam rasa sakit... so seperti pada buku ini, kesabaran dan ikhtiar berbuah manis... mana yang mau dipilih...??? Bersabar dan ikhtiyar. atau lari dari kenyataan...?? Nice post... i love this...
- Membaca tulisannya mbak kali ini... aku jadi teringat lagunya Iwan Fals, liriknya begini:... ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang demi aku anakmu, ibuku sayang sudah jauh berjalan walau tapak kaki penuh nanah penuh darah... seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ke membalas... ibuuuu..
- mesti punya nih buku.... hmmm..
- Mbak reni, mohon maaf jarang mampir. Gini lho mbak, saya ko berat buka blog mbak, loadnya lambat.
Kadang dah buka, sampai masanya di tunggu gak konek juga. Inet di rumah kali yang lembab.
Wah, satu demi satu saya baca betul2 kalimat ini. soalnya, mbak khan mereview buku, biar sekalian saya belajar. Wong di suruh review sama mbak fanda. Ada2 aja nih.. padahal, ana gak bisa mbak.
Makasih sharenya yah mbak. Sebuah buku yang bagus. Beliin dunk mbak hehehehe... soanya jauh... - Memang benar,..segala sesuatu yang Tuhan berikan kepada kita, baik ataupun buruk, pasti selalu ada hikmahnya,..
Dan Ibu tersebut menyadarinya serta bersyukur,..seperti pepatah bilang disetiap kesukaran pasti ada kemudahan,..
Review-nya siiipp bunda,..:) - waaaahhhh
saya udah lama banget ga baca buku nih!!! hm... baca blog orang juga lumayan deh kasih referensi dan insight kaya begini :D - itu yang dinamakan "cobaan membuat kita kuat, bukan membuat kita lenah" ya mbak.
Semoga aku bisa sekuat Ibu itu.