Judul : Tuhan Telah Memutuskan
Kategori : Novel
Penerbit : Jendela
Th. Terbit : 2009 (cetakan I)
Tebal : 270 halaman
Cover : Soft Cover
Harga : Rp. 37.000,- (diskon)
Tulisan ini adalah Repost dari tulisan yang berjudul Tuhan Telah Memutuskan yang telah aku posting di Blog Catatan Kecilku pada tanggal 27 Juni 2009.
Setelah membaca komentar yang masuk dalam postingan ini, aku merasa perlu menambahkan sedikit informasi tentang buku ini. Penulisnya, Dr. Free Hearty, M.Hum, menulis novel ini berdasarkan keluhan yang ada dalam masyarakat. Buku yang ditulis dalam jangka waktu 6 bulan ini sebelumnya telah melalui penelitian yang lama. Jadi, meskipun buku ini termasuk kategori novel, namun kisah yang diangkat berdasarkan kenyataan yang ada dalam masyarakat kita.
Buku ini bercerita tentang kehidupan seorang Ibu Rumah Tangga yang bernama Fetty. Dia yang dinikahkan setelah lulus SMA dengan pria pilihan orang tuanya mengalami banyak ujian sepanjang perjalanan kehidupan rumah tangganya. Terjal, berliku dan seringkali harus tersayat-sayat duri yang pedih. Gambaran kehidupan rumah tangga, yang mungkin telah dialami sekian banyak wanita Indonesia, yang memaksa mempertahankan rumah tangga yang sebenarnya sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
Fetty adalah seorang istri yang tunduk dan patuh kepada suami sebagaimana ajaran yang telah didapatkannya dari nenek, ibu dan mertuanya. Fettty yang menikah tanpa dilandasi cinta, menjalankan kehidupan rumah tangganya berdasarkan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah kewajiban seorang istri. Harapannya, dengan melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya maka akan diperoleh surga sebagai imbalannya.
Apapun kehendak sang suami tak hendak dilawan olehnya. Apapun perintah suami dilaksanakannya, meskipun seringkali dengan terseok-seok. Perannya dalam rumah tangga di mata suami tak ubahnya seperti pembantu rumah tangga. Bahkan saat sang suami melarangnya melanjutkan kuliah dan melarang keluar rumah tanpa seijinnya, semua dipatuhi tanpa banyak protes. Mengenai aktivitas suami di luar rumah pun tak satupun yang dipertanyakannya.
Meskipun berusaha keras menjalankan semua ajaran dari nenek, ibu dan mertuanya, sebenarnya di dalam pikiran Fetty seringkali muncul tanya yang tidak terjawab. Kehidupan rumah tangga yang timpang karena suami hanya sibuk di luar rumah dan tidak peduli sama sekali masalah rumah tangga membuat hati Fetty ingin berontak. Dalam hatinya, Fetty mempertanyakan apakah suami peduli dengan pengorbanan seorang istri dalam mengurus rumah tangga dan mempersiapkan generasi penerus bangsa. Apakah setelah kewajiban yang sedemikian besarnya dipikul seorang istri tidak ada hak yang pantas diterima sebagai imbalannya.
Kebuntuan komunikasi, sikap dingin dari sang suami dan sikap penurutnya (yang dimata suami dianggap sebagai cerminan orang bodoh) membuat kehidupan rumah tangganya tak berjalan bahagia. Ketabahan dan kesetiannya sebagai istri yang senantiasa mengabdi kepada suami tak mendapatkan balasan kasih sayang. Suaminya tak pernah menghargainya dan bahkan kemudian terbukti mengkhianatinya. Meskipun kebenaran telah terbuka di depan mata, tak ada keberanian dalam hatinya untuk bertindak di luar ajaran yang pernah didapatkannya dahulu dari nenek, ibu dan mertuanya.
Kehidupan rumah tangga yang diharapkan dapat berjalan langgeng mulai tampak goyah. Pada saat itulah muncul 2 orang sahabat yang menguatkannya dan memberikan jalan keluar dari semua permasalahannya. Berkat kedua sahabatnya itulah, Fetty kemudian banyak belajar dan selanjutnya mampu ber-metamorfosis dari seorang wanita yang dihinakan menjadi seorang wanita yang mampu memperjuangkan haknya. Fetty kemudian mampu mengangkat harkat dan martabatnya serta menyelamatkan kehidupan dan masa depan keempat anak-anaknya.
Setelah jatuh bangun menjalani kehidupannya, akhirnya dengan ketabahan yang dimilikinya Fetty dapat hidup bahagia. Dia dapat merasakan cinta yang telah lama didambakannya. Cinta yang menjadikan dirinya merasa bermartabat dan dihargai. Pergaulannya dengan seorang wanita penyuka sesama jenis, mampu membukakan wawasan berpikirnya tentang nilai seseorang yang sebenarnya. Dan semua perjalanan hidupnya yang penuh liku telah menjadikannya seorang wanita yang bijaksana.
Poin yang perlu dicatat dari buku ini adalah :
Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:
Setelah membaca komentar yang masuk dalam postingan ini, aku merasa perlu menambahkan sedikit informasi tentang buku ini. Penulisnya, Dr. Free Hearty, M.Hum, menulis novel ini berdasarkan keluhan yang ada dalam masyarakat. Buku yang ditulis dalam jangka waktu 6 bulan ini sebelumnya telah melalui penelitian yang lama. Jadi, meskipun buku ini termasuk kategori novel, namun kisah yang diangkat berdasarkan kenyataan yang ada dalam masyarakat kita.
Buku ini bercerita tentang kehidupan seorang Ibu Rumah Tangga yang bernama Fetty. Dia yang dinikahkan setelah lulus SMA dengan pria pilihan orang tuanya mengalami banyak ujian sepanjang perjalanan kehidupan rumah tangganya. Terjal, berliku dan seringkali harus tersayat-sayat duri yang pedih. Gambaran kehidupan rumah tangga, yang mungkin telah dialami sekian banyak wanita Indonesia, yang memaksa mempertahankan rumah tangga yang sebenarnya sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
Fetty adalah seorang istri yang tunduk dan patuh kepada suami sebagaimana ajaran yang telah didapatkannya dari nenek, ibu dan mertuanya. Fettty yang menikah tanpa dilandasi cinta, menjalankan kehidupan rumah tangganya berdasarkan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah kewajiban seorang istri. Harapannya, dengan melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya maka akan diperoleh surga sebagai imbalannya.
Apapun kehendak sang suami tak hendak dilawan olehnya. Apapun perintah suami dilaksanakannya, meskipun seringkali dengan terseok-seok. Perannya dalam rumah tangga di mata suami tak ubahnya seperti pembantu rumah tangga. Bahkan saat sang suami melarangnya melanjutkan kuliah dan melarang keluar rumah tanpa seijinnya, semua dipatuhi tanpa banyak protes. Mengenai aktivitas suami di luar rumah pun tak satupun yang dipertanyakannya.
Meskipun berusaha keras menjalankan semua ajaran dari nenek, ibu dan mertuanya, sebenarnya di dalam pikiran Fetty seringkali muncul tanya yang tidak terjawab. Kehidupan rumah tangga yang timpang karena suami hanya sibuk di luar rumah dan tidak peduli sama sekali masalah rumah tangga membuat hati Fetty ingin berontak. Dalam hatinya, Fetty mempertanyakan apakah suami peduli dengan pengorbanan seorang istri dalam mengurus rumah tangga dan mempersiapkan generasi penerus bangsa. Apakah setelah kewajiban yang sedemikian besarnya dipikul seorang istri tidak ada hak yang pantas diterima sebagai imbalannya.
Kebuntuan komunikasi, sikap dingin dari sang suami dan sikap penurutnya (yang dimata suami dianggap sebagai cerminan orang bodoh) membuat kehidupan rumah tangganya tak berjalan bahagia. Ketabahan dan kesetiannya sebagai istri yang senantiasa mengabdi kepada suami tak mendapatkan balasan kasih sayang. Suaminya tak pernah menghargainya dan bahkan kemudian terbukti mengkhianatinya. Meskipun kebenaran telah terbuka di depan mata, tak ada keberanian dalam hatinya untuk bertindak di luar ajaran yang pernah didapatkannya dahulu dari nenek, ibu dan mertuanya.
Kehidupan rumah tangga yang diharapkan dapat berjalan langgeng mulai tampak goyah. Pada saat itulah muncul 2 orang sahabat yang menguatkannya dan memberikan jalan keluar dari semua permasalahannya. Berkat kedua sahabatnya itulah, Fetty kemudian banyak belajar dan selanjutnya mampu ber-metamorfosis dari seorang wanita yang dihinakan menjadi seorang wanita yang mampu memperjuangkan haknya. Fetty kemudian mampu mengangkat harkat dan martabatnya serta menyelamatkan kehidupan dan masa depan keempat anak-anaknya.
Setelah jatuh bangun menjalani kehidupannya, akhirnya dengan ketabahan yang dimilikinya Fetty dapat hidup bahagia. Dia dapat merasakan cinta yang telah lama didambakannya. Cinta yang menjadikan dirinya merasa bermartabat dan dihargai. Pergaulannya dengan seorang wanita penyuka sesama jenis, mampu membukakan wawasan berpikirnya tentang nilai seseorang yang sebenarnya. Dan semua perjalanan hidupnya yang penuh liku telah menjadikannya seorang wanita yang bijaksana.
Poin yang perlu dicatat dari buku ini adalah :
- Komunikasi dan keterbukaan dalam sebuah rumah tangga sangat diperlukan agar rumah tangga bisa berjalan harmonis.
- Cinta dalam sebuah rumah tangga harus terus menerus dipupuk dan dipelihara.
- Untuk menjadikan biduk rumah tangga bisa berjalan baik, diperlukan 2 orang yang terlibat di dalamnya. Tapi untuk membuat biduk itu karam, hanya diperlukan 1 orang saja.
- Segala kesulitan pasti ada jalan keluarnya, tinggal bagaimana usaha kita dan kita pasrahkan hasilnya pada Sang Kuasa.
Komentar yang masuk untuk tulisan tersebut:
- "Untuk menjadikan biduk rumah tangga bisa berjalan baik, diperlukan 2 orang yang terlibat di dalamnya. Tapi untuk membuat biduk itu karam, hanya diperlukan 1 orang saja."
Betul sekali kesimpulannya mbak. Karena perkawinan itu meleburkan dua ego ke dalam sebuah mahligai. Tanpa itu, akan ada perang. Makanya aku ga setuju dgn perjodohan.
Nice review, mbak! - Jangan pernah berharap cobaan, ujian, rintangan, hambatan, masalah, kesulitan, atau apapun namanya, berhenti menghampiri. Sebab hidup ini adalah ruang dan masa cobaan berlangsung.
Kehidupan cinta insan manusia pasti dihampiri oleh cobaan. Selalu. Susul menyusul tak pernah berhenti. Seperti deru ombak yang tak pernah lelah menghantam prasasti cinta yang dibangun.
Cinta tak lain sebuah prasasti
Yang terbangun di pinggir pantai prahara
Satu hal yang membuatnya kokoh berdiri
Ialah keteguhan hati tuk selalu setia - wah ... ini mah perempuan surga bener. Yang menjalankan tugas dan kewajibannya dalam rumah tangga. Sekalipun hak haknya hasru terampas.
Tapi pada akhirnya ia mampu memperjuangkannya, dan itulah hadiah terindah buat orang orang yang sabar.
hiks, aku belum tentu sekuat itu .. T_T
waaah... buku tahun 2009 yg menempuh 6 bln krna jg hasil penelitian? patut dicari dan dibabat habis niih
BalasHapus